Bagaimana Mencangkok Pohon Apel bisa Membantu Kamu Meraih Apapun
Atau mungkin nggak.
Tapi sebelum itu, saya mau cerita sedikit:
Saya suka bikin note di facebook untuk mengajak diskusi banyak orang, menurut saya itu cara paling sederhana dan meyenangkan. Salah satunya adalah sebuah note yang berjudul, “Versatile? Or Specialized?” yang saya post tahun 2009. Ini isinya:
Topik ini tentang kamu, karir kamu, atau profesi kamu. Sejalan dengan jungkir balik kamu di dunia meniti karir, ataupun yang masih dibangku sekolah, ada kalanya kita dihadapkan pada banyak pilihan.
Menjadi versatile, atau serba-bisa, kamu tentunya lebih fleksibel dalam pilihan karir. Namun, resikonya kemampuan kamu banyak, tapi kurang diasah keahliannya.
Lain halnya dengan menjadi specialized, kamu terus-terusan ditempa dalam satu keahlian, setidaknya dalam satu bidang. Sehingga seiring waktu, keahlian kamu jadi jauh lebih hebat dari pada orang lain seprofesi di industri kamu. Bukankah ini suatu nilai tersendiri?
Perlu diingat juga, dari banyak contoh orang sukses, tidak ada fakta yang menjamin dari kedua pilihan tersebut. Banyak faktor yang menentukan, termasuk nasib. :)
Nah, mana yang kamu pilih untuk menempuh karirmu? Versatile? Atau Specialized? Dan yang lebih penting, mengapa!?
Sederhananya, saya membuat gambaran bahwa ada dua jenis orang: yang benar-benar ahli di satu bidang dan yang nggak, dan melihat mana yang kebanyakan orang akan pilih.
Note ini mengundang diskusi yang cukup seru, dan saya sendiri waktu itu memilih menjadi spesialist. Saya merasa orang dengan punya banyak keahlian tapi hanya sekadar bisa, itu banyak. Sesuai dengan hukup ekonomi, seuatu yang komoditasnya banyak nilainya akan berkurang. Selain itu dengan menjadi spesialist itu seru, dan kita bisa membantu lebih banyak orang, walau hanya di satu bidang saja.
Tapi sepertinya saat ini saya berubah pikiran.
Perjalanan (Bukan) Seorang Versatilist
All courses of action are risky, so prudence is not in avoiding danger (it’s impossible), but calculating risk and acting decisively. Make mistakes of ambition and not mistakes of sloth. Develop the strength to do bold things, not the strength to suffer.
- Niccolò Machiavelli, The Prince
Waktu kelas tiga SD, saya belajar keterampilan keren yang berawal dari tugas mata pelajaran IPA di sekolah: mencangkok tanaman. Di belakang rumah dulu, ada pohon apel yang entah kenapa jarang banget berbuah. Pohon itulah yang saya jadikan sasaran percobaan.
Waktu itu saya dibantu nenek selama tahap mencangkok. Dari mulai menguliti batang, membuat perkiraan seberapa panjang batang yang nantinya jadi titik cangkok, seberapa dalam batang dikuliti, sampai tahap membungkusnya dengan tanah liat. Lalu saya lakukan semuanya sendiri. Agak aneh melihat bagaimana pohon yang sudah dipotong bisa tetap tumbuh dan bahkan bisa lebih subur.
Dan ini keren.
Saya jadi tertarik mencangkok tanaman lain. Seharusnya saya tahu bahwa tanaman yang bisa dicangkok hanya batang yang berkambium, tapi saya nggak peduli. Selama beberapa hari setelah itu, sepulang sekolah saya mencangkok tanaman-tanaman lain dibelakang rumah. Dari mulai tanaman sayur sampai, percayalah, saya bahkan mencoba mencangkok pohon toge.
Sebagian tanaman tentu saja mati bahkan patah sebelum dikuliti, tapi entah kenapa saya jadi tertarik mengetahui lebih dalam tentang itu. Saya mencari-cari buku tentang tanaman dan hal-hal lain yang berkaitan dengan mencangkok. Lalu menerapkannya pada tanaman-tanaman yang tersisa dibelakang rumah. Sampai akhirnya saya berhenti setelah nenek seketika histeris melihat hampir semua tanaman dibelakang rumah sudah dicangkok.
Sebelum mencangkok tanaman, saya punya hobi membuat mainan sendiri, dan kadang menjualnya. Itu berhenti sementara karena saya sempat membuat mainan yang berbahaya dan cukup membuat heboh.
Saya nggak tahu apakah kebanyakan orang mengalami hal yang sama atau nggak, tapi hobi saya seakan berganti-ganti. Dan itu terus terjadi apalagi setelah masuk SMP. Saya mencoba satu hal ke satu hal lainnya: Menulis di majalah, menjadi redaksi buletin, penyiar radio, Ppemain tenis meja, blogging, atau belajar programming.
Satu hal yang nggak saya pikirkan sebelumnya adalah, bahwa pengalaman atau kegiatan saya di satu bidang bisa membantu saya di bidang yang lain.
Pengalaman saya membuat mainan sendiri dari kayu membantu saya memilih mana buku yang harus dibeli. Gaya saat latihan melakukan gerakan smash membantu saya melatih apa yang harus saya tulis saat saya mengupadate di buletin sekolah.
Dan ini terjadi pada banyak orang. Misalnya aja, Derek Sivers suka bermain musik dan entah bagaimana itu membantu dia mendalami programming, lalu membangun start up dan menjualnya. Matt Mullenweg juga mahasiswa jurusan Politik, yang entah bagaimana itu membantu dia mendapat ide membuat Wordpress.
Kita mungkin nggak bisa mengetahui ide semacam ini kecuali setelah kita mengalaminya langsung. Tapi intinya, satu hal yang kita kerjakan bisa benar-benar membantu kita mengejakan hal lain yang bidangnya nggak berhubungan. Kenapa? karena otak kita nggak bekerja secara linear, otak kita bisa bekerja dengan ajaibnya mengambil bagian-bagian dari satu hal dan membuat koneksi dengan hal lain.
Malahan, semakin kedua hal ini nggak berkaitan, semakin kreatif ide yang akan dihasilkan.
Yap, itulah yang terjadi. saya sering berpikir mungkin saya Versatilist. Saya bisa dengan mudah tertarik pada satu hal, biasanya kalau itu menyenangkan saya akan lakukan lagi. Kalau nggak, saya coba yang lain. Dan sering kali, saya berhenti melakukan sesuatu bukan karena saya nggak menikmati kegiatan itu lagi, tapi karena ingin mencoba hal lain.
Banyak yang bilang, kalau ada orang yang punya karir atau pekerjaan yang berbeda dengan jurusan saat dia kuliah, orang itu sudah membuang-buang waktu. Mungkin bagi beberap orang itu benar. Tapi kalau kita tanya sama semua orang yang punya karir yang saat ini dia nikmati dan itu nggak ada hubungannya dengan jurusan dia kuliah, saya menduga kuat bahwa mereka nggak menyesal. Karena apa yang mereka pelajari, pengalaman yang mereka punya, dan pengetahuan yang pernah mereka gali pasti berguna.
Mungkin nggak berguna dalam semua situasi, tapi di satu waktu, di satu kesempatan unik, di satu momen, semua pengetahuan bisa berguna.
Saya sendiri saat ini menyukai bidang peerangkat lunak dan menulis kreatif. Awalnya saya pikir aneh, karena nggak banyak programmer atau software engineer yang juga hobi menulis apalagi kalau yang ditulis adalah karya fiksi. Awalnya gambaran itu nggak membuat saya bersemangat, tapi akhirnya saya mikir: kalau keduanya memang itu yang saya suka, kenapa nggak dilanjutin? Mungkin itu yang bisa membuat saya unik.
Saya nggak tahu apa yang akan terjadi di masa depan nanti. Mungkin lima tahun kedepan, saya tertarik belajar Ninjutsu, atau memanah, atau membuat perusahaan mainan. Tapi apapun itu, yang saya tahu adalah nggak ada yang salah dengan mencoba banyak hal.
Menjadi spesialist adalah sesuatu yang bagus, tapi itu bukan menjadi pencegah untuk melakukan sesuatu yang baru. Dan nggak ada yang salah dengan menjadi berbeda.
Mendesain Hidup? Wut?
Hal yang selalu sering kita dengar adalah, “Quitters never win and winners never quit”. Pemenang nggak akan pernah berhenti. Ini membuat gambaran seolah orang yang merubah haluan dari rencana awal, adalah orang cupu yang nggak berani mengambil resiko lebih. saya nggak setuju. Pemenang sering berhenti, tapi nggak sekedar berhenti. Mereka berenti pada tempat yang benar dan di waktu yang tepat. Contohnya Stephen Chen, yang pernah menjadi programmer PayPal.
Mungkin nggak banyak yang kenal Stephen Chen, saya juga nggak kenal sih sebenernya. Tapi Mark Zuckerberg kenal, begitu juga “pejabat” awal Thefacebook (waktu itu mereka belum menghapus bagian "The"-nya) di bagian manajerial, Matt Cohler. Chen adalah salah satu engineer pertama yang ditawari bergabung di Thefacebook, dan baru beberapa minggu bekerja, ia memutuskan keluar.
Saat itu Cohler mencoba menghalanginya. “Lo baru aja melakukan kesalahan besar,” Kata Cohler yang tentu bukan dalam bahasa betawi. “Lo bakal menyesali ini seumur hidup lo. Thefacebook akan menjadi besar! Sementara diluar sana udah banyak situs hosting video..” Tapi Chen tetap pada rencananya dan keluar dari Thefacebook, untuk membangun sebuah perusahaan yang diberi nama Youtube.
Saya sekarang di tingkat 4 kuliah. Ada banyak kemungkinan yang bisa saya lakukan setelah lulus, tapi sama seperti semua orang, saya tentu ingin memilih yang terbaik. Dan untuk itu, saya sering meminta nasihat dari banyak orang. Misalnya aja, seorang teman dan alumni menyarankan saya untuk melanjutkan kuliah di luar biar pemikiran saya lebih luas, lalu bekerja di perusahaan yang kredibel, dan kalau dirasa waktunya tepat saya bisa memulai perusahaan sendiri.
Seorang CEO di salah satu Start Up lokal memberi saya saran lain: Terjun ke industri itu esensial banget apalagi kalau kita mau membangun perusahaan sendiri, dan itu harus kita lakukan seawal mungkin. Dan uniknya, doi juga menyarankan agar nggak usah masuk ke perusahaan besar, karena kemungkinan kita hanya akan jadi salah satu sekrup di mesin yang besar aja ketika disana. Lebih baik, gabung di Start Up yang saat ini sedang berkembang, biar kita bisa belajar lebih banyak hal disana. Itu nggak mudah. Tapi buat orang yang berjiwa entrepreneur, pengalaman itu akan sangat bernilai.
Alhamdulillah, saya sendiri udah punya keputusan sendiri dan yakin untuk komitmen pada keputusan itu. Tapi jangan salah, semua nasihat yang saya dapet sangatlah berguna, dan membantu membuat keputusan itu.
Banyak orang membicarakan passion, seakan itu adalah hal yang muncul ketika kita lahir dan nggak bisa kita tentukan. Oke, ada beberapa orang yang dari kecil sampai dewasa punya goal yang sama: menjadi pianist legendaris, penyanyi ternama, atau pokemon master terbaik di dunia. Tapi kebanyakan orang nggak sepeti itu. Dan itu nggak masalah.
Beberapa waktu lalu saya menonton video bagus tentang ini. Stanford punya sebuah kelas Design School yang bernama “Designing Your Life” (pengajarnya adalah Bill Burnett dan Dave Evans), dan salah satu dari quote mereka adalah, “Don't try to decide your way forward; just do something.”
Coba sesuatu yang yang menarik perhatian kita hari ini, dan kalau itu nggak berjalan lancar, coba sesuatu yang lain! Dan kalau itu MENYENANGKAN, tetap melakukannya! Semua ini bagian dari “proses desain” karena pada intinya, kita sedang mengaplikasikan konsep “design thinking” pada kehidupan kita.
Satu lagi frase yang penting: The fundamental notion of "what I really want to do with my life" implies we are all seeking out a single true version of ourselves, and that is a false - and suffocating - notion.
Kalau mau jujur, apa yang “benar-benar kita inginkan” mungkin akan berubah seiring berjalannya waktu karena siapa DIRI KITA akan berubah seiring berjalannya waktu, dan oleh karena itu apa yang kita INGINKAN mungkin akan berubah juga. Jadi, “cobalah sesuatu” untuk melihat apakah itu cocok dengan “diri kita sekarang” karena siapa tahu itulah yang “diri kita di masa depan” sebenarnya inginkan.
Saya sarankan sih untuk menonton video lengkapnya, berguna banget ini gan:
Pada akhirnya, hidup nggak sesederhana memilih mau menjadi generalis, versatilis, atau spesialis. Manusia adalah makhluk yang dinamis. Kita nggak hanya punya otak, tapi juga punya hati. Dan masing-masing punya kebutuhannya sendiri, dan itu bisa berubah.
Kalau hari ini kita bingung menentukan langkah, nggak perlu cemas. Itu normal. Yang penting kita harus melakukan sesuatu. Sedang memperjuangkan sesuatu.
Dan kalau dipikir-pikir, hidup itu seperti bermain catur. Kita bisa belajar aturan-aturan sederhananya dengan mudah, tapi untuk menjadi mahir sangatlah sulit.